Sampah Balon di Pesta MPLS: Cederai Program 100 Hari Kerja Bupati Serang Ratu Rachmatuzakiyah dan Najib Hamas

Oleh : Zaenal Mustofa, Pegiat Bank Sampah Jaga Bumi Anyer.

Tanggal 14 Juli 2025 mestinya jadi penanda manis bagi ribuan siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Serang. Hari itu, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) digelar serentak. Sebuah pemandangan yang—sekilas—penuh antusiasme: riuhnya anak-anak diantar orang tua, seragam MPLS yang kompak, dan tentu saja, arahan-arahan yang konon selaras dari dinas terkait. Namun, di balik kemeriahan yang diduga terstruktur itu, terselip sebuah noda pekat: pelepasan ribuan balon ke udara.

Momen yang terlihat hampir di seluruh sekolah tingkat dasar di kabupaten Serang yaitu “satu siswa, satu balon” seolah menjadi ritual wajib. Bayangkan, jika diasumsikan ada 120.000 siswa SD atau sederajat di Kabupaten Serang maka 120.000 balon karet bercampur plastik melesat bebas. Balon-balon ini, yang beratnya mungkin hanya sekitar 3 gram per buah, totalnya mencapai 0,36 ton sampah instan. Angka ini, meski di atas kertas tak seberapa dibanding timbunan sampah harian, adalah simbol kealpaan fatal.

Balon-balon itu bukan hantu yang akan sirna ditelan angin. Mereka adalah polutan abadi. Lateks atau plastik yang menyusunnya membutuhkan ratusan tahun untuk terurai. Sebelum itu, mereka akan mencemari daratan, laut, dan mengancam kehidupan satwa.

Burung bisa terjerat tali, penyu bisa mengira serpihan balon sebagai ubur-ubur makanan, berujung pada kematian yang mengenaskan. Belum lagi fragmentasinya menjadi mikroplastik, partikel renik yang kini mengancam rantai makanan hingga ke piring kita.

Di sinilah ironi itu mencuat bak borok di tengah wajah jelita. Kabupaten Serang, di bawah kepemimpinan Bupati Ratu Rachamatuzakiyah dan Wakil Bupati Najib Hamas tengah gencar menggaungkan program 100 hari kerja yang salah satu pilar utamanya adalah pengurangan sampah.

Berbagai inisiatif, mulai dari grebek sampah hingga kerja sama dengan industri untuk mengelola limbah, telah dicanangkan. Semangatnya jelas: Serang harus bersih, Serang harus bebas sampah.

Lantas, bagaimana mungkin Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Serang seolah-olah buta atau tuli terhadap visi ini? Kegiatan MPLS yang mereka selenggarakan secara serentak, dengan ritual pelepasan balon yang masif, secara telanjang mencederai program prioritas bupati sendiri. Ini bukan sekadar miskoordinasi belaka. Ini adalah tindakan kontradiktif yang mencurigakan.

Apakah Dindikbud tidak mengindahkan arahan pimpinan daerah? Atau jangan-jangan, ada unsur kesengajaan untuk “mengotori bumi” di tengah kerja keras bupati membersihkan Serang?.

Pertanyaan ini layak diacungkan ke hadapan mereka. Di saat seluruh elemen masyarakat didorong untuk peduli lingkungan, institusi pendidikan, yang seharusnya menjadi garda terdepan pembentuk karakter, justru menampilkan preseden buruk.

MPLS adalah momen strategis untuk menanamkan nilai-nilai luhur, termasuk kepedulian lingkungan. Alih-alih membiasakan ritual sampah udara, Dindikbud seharusnya berinovasi. Ajaklah siswa menanam bibit pohon, membuat karya seni dari daur ulang, atau bahkan sekadar membersihkan lingkungan sekolah. Itu jauh lebih edukatif, bermakna, dan tentu saja, bertanggung jawab.

Pelepasan balon adalah praktik usang yang tak lagi relevan di era krisis iklim dan sampah global. Ini bukan lagi soal kemeriahan semata, melainkan soal moralitas publik dan keberlanjutan masa depan. Sudah saatnya Dindikbud Kabupaten Serang introspeksi.

Hentikan praktik-praktik yang tak ramah lingkungan, dan selaraskan setiap gerak langkah dengan komitmen nyata menuju Serang yang bersih dan hijau. Jika tidak, citra Kabupaten Serang sebagai daerah yang peduli lingkungan hanyalah bualan belaka, tertutup oleh awan tipis nan mematikan dari ribuan balon sampah yang beterbangan. (Oleh: Zaenal Mustofa)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *