Konflik-konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk yang melibatkan kelompok-kelompok dari kalangan umat Islam, baik konflik di antara mereka sendiri maupun kalangan non muslim, menuntut adanya resolusi perdamaian.
Dalam konteks ini NU memandang bahwa upaya memperjuangkan perdamaian dunia merupakan kewajiban agama karena merupakan upaya untuk mengakhiri fitnah. Sedangkan melibatkan dari ke dalam konflik berarti memperbesar fitnah.
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar radiallahuanhuma, datang kepadanya dua orang laki-laki terkait fitnah yang menimpa Ibnu Zubair. Mereka berkata: ‘Sesungguhnya orang-orang yang telah berbuat sesuatu kepada Ibnu Zubair, semantara engaku adalah Ibnu Umar dan sahabat nabi. Apa yang menghalangimu untuk turut serta dalam masalah ini? Ibnu Umar menjawab, ‘Yang mencegahku adalah bahwa Allah telah mengharamkan darah saudaraku (muslim)’. Mereka Kembali bertanya: ‘Bukankah Allah berfirman “…dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah lagi.” (QS.Al-Baqarah [2]: 193). Lantas Ibnu Umar menjawab, ‘Kami telah berperang agar tidak ada lagi fitnah dan agama ini menjadi milik Allah. Sementara kalian berperang agar menimbulkan fitnah dan agama ini menjadi milik selain Allah.” (HR. Bukhari).
Memperjuangkan perdamaian juga bagian dari sikap adil yang menjadi perintah al-Qur’an, meskipun terhadap orang yang dibenci.
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan jangan sekali-kali kebencianmu terhadap satu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah [5]: 8)
Di samping itu merujuk pada Muktamar NU ke 32 di Makassar, NU merekomendasi “…agar pemerintah aktif terlibat dalam penyelesaian konflik terutama yang melibatkan umat Islam seperti konflik Palestina-Israel, konflik di Thailand Selatan, dengan melibatkan seluruh komponen bangsa dalam kesederhanaan dan kesetaraan sekaligus menghilangkan ego-ego Sejarah, ideologi, ekonomi, dan politik.
Upaya-upaya yang telah dilakukan selama ini perlu ditingkatkan, termasuk memfasilitasi ormas-ormas keagamaan untuk melakukan mediasi tersebut sebagai bagian dari second track diplomacy.
Karena itu terhadap konflik yang terjadi di belahan dunia, NU memilih sikap untuk memperjuangkan perdamaian ketimbang melibatkan diri ke dalam konflik.
Sumber: Rekonstektualisasi Fiqih dan Transformasi Pola Pikir Umat Islam Demi Perdamaian Dunia
Penulis: KH. Yahya Cholil Staquf (Ketua PBNU)